Khutbah 23 Mei 2025 Kurban
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang
dirahmati Allah
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, marilah
kita bersama-sama awali khutbah Jumat ini dengan senantiasa bersyukur kepada
Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita
semua, khususnya nikmat iman dan sehat, sehingga kita bisa terus istiqamah
menunaikan ibadah wajib shalat Jumat ini.
Shalawat dan salam marilah senantiasa
kita haturkan kepada suritauladan dan panutan kita bersama, yaitu Nabi Muhammad
SAW, yang telah menjadi panutan dalam membangun iman dan ketakwaan di dalam
hati kita. Semoga kita semua yang hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini,
diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaatnya. Amin ya rabbal 'alamin.
Sudah menjadi kewajiban dan tanggung
jawab bagi kami selaku Khatib, untuk senantiasa mengajak saudara-saudara
sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, yaitu
dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang diperintahkan Allah, serta menghindar/menjauhi
dari semua perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah
penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar
sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran qurban dan
praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga
Nabi Muhammad SAW. Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah
ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya
Nabi Isma’il AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban. Nabi Ibrahim AS
dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya,
Ismail hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang
mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Alquran surat
as-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ
إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ
افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ
“Tatkala anak itu sampai umurnya dan
sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
oleh Allah kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”.
Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim
kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam
untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik,
yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Deskripsi historis ini menggambarkan
bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan,
ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah qurban.
Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan
Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu. Kesanggupan Nabi Ibrahim AS.
menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS., bukan semata-mata didorong
oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini bahwa
perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.
Bahkan, Allah SWT memberi perintah
seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka
sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi
menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah
sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang
dirahmati Allah
Dalam ibadah qurban, nilai yang paling
esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan
lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita
digoda syetan agar tidak melaksanakan ibadah qurban karena khawatir tidak
ikhlas. Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya berkata, bahwa syaitan
selalu membisiki kita: “Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih
baik sekalian tidak beribadah”. Ibadah qurban bukan hanya mementingkan tindakan
lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir
miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat Alquran, Allah SWT memperingatkan bahwa
yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (qurban), bukanlah fisik hewan
qurban, melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam
surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:
لَنْ
يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلأَ دِمَاءُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَقْوَى مِنْكٌم
“Tidak akan sampai kepada Allah daging
(hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah
takwa dari kamu”.
Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan
dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai Qurban, merupakan bentuk
simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi’ar dari ajaran Islam.
Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang
menyembelih hewan ternak sebagai ibadah qQurban. Indikasi ini sejalan dengan
peringatan Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu
dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan
terutama melalui qurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama
Islam disebut sebagai jalan (syari’ah, thariqah, dan shirat) menuju dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melakukan Qurban bersifat dinamis dan tiada
pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT.
Dengan demikian, wujud yang paling penting dari qurban adalah seluruh perbuatan
baik.
Sehubungan dengan perintah untuk
berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan
kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau
termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah
nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari
tikar anyaman daun kurma.
Kaum muslimin yang berbahagia
Kalau ibadah qurban dilaksanakan dengan
ikhlas demi mengharap ridla Allah SWT akan memberi hikmah dan manfaat bagi
pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:
1.
Meningkat
keimanan kepada Allah SWT. Ibadah qurban yang dilaksanakan oleh orang muslim
dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang
dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat
kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
2.
Menanamkan rasa
kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah qurban dalam Islam tidak sama
dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam. Islam tidak
memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan
agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya
daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah
islamiyah antar sesama
3.
Melatih
kedermawanan. Ibadah qurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang
sehingga orang yang memberi qurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain.
Di akhir khutbah ini, dengan penuh
khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup
kita senantiasa terhindar dari segala keburukan dan marabahaya. Semoga dengan
doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran
agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi
larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain
Akimisholaah
Comments
Post a Comment